KEDUDUKAN ITTIBA' DALAM ISLAM


Ittiba' kepada Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam, bahkan merupakan salah satu pintu seseorang dapat masuk Islam. Berikut ini akan disebutkan beberapa kedudukan penting yang ditempati oleh ittiba', di antaranya adalah:

1. Ittiba' kepada Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam adalah salah satu syarat diterima amal. Ittiba' dijadikan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai salah satu syarat diterimanya suatu amalan ibadah. Sedangkan syarat diterimanya ibadah sebagaimana yang disepakati oleh para ulama ada dua:

a. Mengikhlaskan niat ibadah hanya untuk Allah semata.

b. Harus mengikuti dan serupa dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Al-Mulk: 2)

Al-Fudlail bin 'Ayyadl menafsirkan firman Allah "yang paling baik" dengan ucapannya: "Yaitu yang paling ikhlas dan paling serupa dengan ajaran Rasul. Karena suatu amalan yang didasarkan dengan ikhlas, tapi tidak sesuai dengan ajaran Rasul, maka amalan itu tidak diterima. Begitu pula sebaliknya, kalau amalan itu benar tapi tidak ikhlas, maka amalan itu tidak diterima...." (Lihat Jami'ul Ulum wal Hikam, hal. 10 dan Ilmu Ushulil Bida', hal. 61)

Ibnu 'Ajlan rahimahullah mengatakan: "Tidak sah suatu amalan melainkan dengan tiga perkara: taqwa kepada Allah, niat yang baik (ikhlas) dan ishabah (sesuai dan mengikuti sunnah Rasul)." (Jami'ul Ulum wal Hikam, hal. 10)

Maka barangsiapa mengerjakan suatu amal dengan didasari ikhlas karana Allah semata dan serupa dengan sunnah Rasulullah, niscaya amal itu akan diterima oleh Allah 'Azza wa Jalla. Akan tetapi kalau hilang salah satu dari dua syarat tersebut, maka amal itu akan tertolak dan tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Hal inilah yang sering luput dari pengetahuan banyak orang. Mereka hanya memperhatikan satu sisi saja dan tidak memperdulikan yang lainnya. Oleh karena itu sering kita dengar mereka mengucapkan: "yang penting niatnya, kalau niatnya baik, maka amalnya baik."

2. Ittiba' merupakan bukti kebenaran cinta seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah berfirman:
"Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali Imran: 31)

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini dengan ucapannya: "Ayat yang mulia ini sebagai hakim bagi setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah, akan tetapi tidak mengikuti sunnah Muhammad sallallahu `alaihi wa sallam. Karana orang yang seperti ini bererti dusta dalam pengakuan cintanya kepada Allah sampai dia ittiba' kepada syari'at agama Nabi
Muhammad sallallahu `alaihi wa sallam dalam segala ucapan dan tidak tanduknya." (Ibnu Katsir, 1/358)

3. Ittiba' adalah sifat yang utama wali-wali Allah
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Furqan Baina Auliair Rahman wa Auliyai Syaithan hal. 28-47 menjelaskan panjang lebar perbezaan antara waliyullah dan wali syaitan, diantaranya beliau menjelaskan tentang wali Allah dengan ucapannya: "Tidak boleh dikatakan wali Allah kecuali orang yang beriman kepada Rasulullah dan syari'at yang dibawanya serta ittiba'
kepadanya baik lahir maupun batin. Barangsiapa mengaku cinta kepada Allah dan mengaku sebagai wali Allah, tetapi dia tidak ittiba' kepada Rasul-Nya, bererti dia berdusta. Bahkan kalau dia menentang Rasul-Nya, dia termasuk musuh Allah dan sebagai wali syaitan."

Kemudian beliau (dan juga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam risalahnya Al-Ushulu as-Sittah) berdalil dengan firman Allah surat Ali Imran ayat 31 dalam perkara yang telah tersebut di atas.

Imam Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafi dalam Syarah Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 496 berkata: "Pada hakikatnya yang dinamakan karamah itu adalah kemampuan untuk senantiasa istiqamah di atas al-haq, kerana Allah tidak memuliakan hamba-Nya dengan suatu karamah yang lebih besar dari taufiq-Nya yang diberikan kepada hamba itu untuk senantiasa menyerupai apa yang dicintai dan diredhai-Nya yaitu istiqamah di dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya dan ber-wala kepada wali-wali Allah serta bara' dari musuh-musuh-Nya." Mereka itulah wali-wali Allah sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Yunus: 62)

Demikianlah beberapa kedudukan ittiba' yang tinggi dalam syari'ah Islam dan masih banyak lagi kedudukan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ittiba' kepada Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam merupakan suatu amal yang teramat besar dan banyak mendapat rintangan. Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang
ittiba' kepada Nabi-Nya dalam segala aspek kehidupan kita, sehingga kita akan bertemu Allah dengan membawa husnul khatimah. Amien, ya Rabbal Alamin.
-------
"Sampaikan dariku walaupun satu ayat." (Riwayat Bukhari)